Senin, 02 Maret 2009

Seni Grafis Ibarat Anak Tiri dalam Seni Rupa Indonesia


Selasa, 27 Mei 2008 | 20:30 WIB , YOGYAKARTA, KOMPAS - Apresiasi terhadap seni grafis sebagai salah satu bidang dalam seni rupa sangatlah minim dibanding seni lukis dan patung. Hal tersebut terbukti dari rendahnya intensitas penyelenggaraan pameran seni grafis.

"Dalam setahun, pameran untuk seni grafis di Yogyakarta paling hanya satu kali, sedangkan pameran seni lukis bisa empat kali dalam sebulan," ujar kurator pameran seni grafis bertajuk "Departemen Sosial" AC Andre Tanama, di Galeri Biasa, Yogyakarta, Senin (26/5). Pameran yang berlangsung sejak tanggal 24-31 Mei ini diikuti 26 mahasiswa Jurusan Seni Murni angkatan 2005-2007 Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Menurut Andre, frekuensi pameran mengindikasikan tinggi rendahnya apresiasi terhadap suatu karya seni. "Hal ini, kan memperlihatkan sejauh mana karya seni diterima oleh masyarakat dan direspons oleh pasar," ujar pengajar seni grafis di Jurusan Seni Murni ISI Yogyakarta ini.

Andre menuturkan, sedikitnya pameran seni grafis ini bisa disebabkan dua hal, yaitu seniman grafis yang merasa rendah diri karena karya seni grafis dianggap banyak kalangan sebagai "anak tiri" di bidang seni rupa dan dominasi karya seni lukis di kancah seni rupa sehingga lebih banyak pameran yang diadakan untuk seni lukis.

Andre mengakui bahwa karya seni lukis memang lebih populer dibanding karya seni grafis. "Harga karya seni lukis pun lebih tinggi dibanding seni grafis," ucapnya.

Direktur Program Pascasarjana ISI Yogyakarta M Dwi Marianto mengungkapkan, karya seni grafis memiliki nilai jual lebih rendah dibanding seni lukis karena karyanya dianggap bisa direproduksi, tidak seperti karya seni lukis yang tunggal. "Padahal, sekarang ini banyak karya seni grafis monoprint yang tidak bisa digandakan," katanya. Pelukis

Akibatnya, lanjut Dwi, banyak seniman grafis yang beralih menjadi pelukis atau pematung karena nilai ekonomi dari karya yang dibuat. "Para seniman ini, kan juga butuh survive," ujar Dwi. Untuk mengangkat kembali karya seni grafis, kata Dwi, perlu diadakan pameran seni grafis secara intensif dan konsisten.

"Agar masyarakat terbiasa dengan karya seni grafis. Dengan begitu, pasar akan terbentuk dengan sendirinya," kata Dwi.

Bayu Aji Suseno (21), mahasiswa minat utama Seni Grafis Jurusan Seni Murni ISI Yogyakarta yang menjadi peserta pameran ini, mengakui dengan adanya pameran ini diharapkan dapat mengangkat seni grafis di mata masyarakat.

"Selain itu, saya ingin menunjukkan ragam karya seni grafis lewat karya saya," ujar mahasiswa angkatan 2005 yang menampilkan karya seni grafis dengan unsur seni instalasi dalam pameran ini. (A06)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar